Kamis, 20 Desember 2012

Asuhan Keperawatan Gerontik : Perubahan Anatomik Fislologik Sistem Pernafasan Pada Usia Laniut



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Apabila taraf hidup masyarakat meningkat, ditambah dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran, maka dapat memberikan dampak yang sangat luas bagi masyarakat. Dampak yang timbul antara lain angka kejangkitan dan kematian penyakit-penyakit Infeksi menurun, sedangkan insidensi penyakit lain (misalnya kardiovaskuler) meningkat. Dampak lainnya ialah usia harapan hidup menjadi lebih meninggi dan jumlah anggota masyarakat yang berusia lanjut lehih banyak (Mangunegoro, 1992. Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)
Dengan pertambahan umur, ditambah dengan adanya faktor-faktor lingkungan yang lain, terjadilah perubahan anatomik-fisiologik tubuh. Pada tingkat awal perubahan itu mungkin merupakan homeostasis martial, kemudian bisa timbul homeostasis abnormal atau reaksi adaptasi dan paling akhir terjadi kematian sel (Kumar et al, 1992). Salah satu organ tubuh yang mengalami perubahan anatomik-fisiologik akibat bertambahnya usia seseorang adalah sistem pernafasan.
Pada usia lanjut, selain terjadi perubahan anatomik-fisiologik dapat timbul pula penyakit-penyakit pada sistem pernafasan. Umumnya, penyakit-prnyakit yang diderita kelompok usia lanjut merupakan : (1) kelanjutan penyakit yang diderita sejak umur muda; (2) akibat gejala sisa penyakit yang pernah diderita sebelumnya; (3) penyakit akibat kebiasaan- kebiasaan tertentu di masa lalu (misalnya kebiasaan merokok, minum alkohol dan sebagainya); dan (4) penyakit-penyakit yang mudah terjadi akibat usia lanjut. Penyakit-penyakit paru yang diderita kelompok usia lanjut juga mengikuti pola penyebab atau kejadian tersebut (Mangunegoro, I992. Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)
Insidens. Belum banyak dijumpai laporan para ahli tentang insidens PPOM orang usia lanjut. Insidens PPOM usia lanjut yang dirawat di RSUP Dr. Kariadi tahun 1990 — 1991 adalah sebesar 5,6% (Rahmatullah, 1994. Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)
Pada kesempatan ini akan diuraikan mengenai gangguan sistem respirasi pada usia lanjut, meliputi aspek anatomik-fisiologik, aspek epidemiologik, serta aspek klinik, dan terapi modalitas yang akan diberikan.

B.     Batasan Penulisan
Didalam makalah ini kami membatasi penyajian materi kami yaitu pada asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan system pernapasan.

C.    Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu supaya mahasiswa mengetahui bagaimana proses asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan system pernapasan.

D.    Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan dalam penulisan makalah ini yaitu dengan metode pustaka, dimana kami mencari bahan-bahan materi dari berbagai sumber yang berkaitan dengan materi penyajian.















BAB II
LANDASAN TEORITIS

A.    Perubahan Anatomik Fislologik Sistem Pernafasan Pada Usia Laniut
Pada  orang orang sehat, peruhahan anatomik fisiologik tersebut merupakan bagian dari proses menua, Usia Ianjut bukanlah merupakan penyakit, tetapi merupakan tahap lanjut dari suatu kehidupan yang ditandai dengan menurunnya kemampuan tubuh untuk beradaptasi terhadap stres atau pengaruh lingkungan. Proses menua melandasi berbagai kondisi yang terjadi pada usia lanjut (Kumar et al, 1992. Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)
Untuk dapat mengatakan bahwa suatu kemunduran fungsi tubuh adalah disebabkan oleh proses menua dan bukan disebabkan oleh peayakit yang menyertai proses menua, ada 4 kriteria yang harus dipenuhi (Widjayakusumah, 1992. R Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999) :
1.      Kemunduran fungsi dan kemampuan tubuh tadi harus bersifat universal, artinya umum terjadi pada setiap orang.
2.       Proses menua disebabkan oleh faktor intrinsik, yang berarti perubahan fungsi sel dan jaringan disebabkan oleh penyimpangan yang terjadi di dalam sel dan bukan oleh faktor luar.
3.      Proses menua terjadi secant progresif, berkelanjutan, berangsur Iambat dan tidak dapat berbalik lagi.
4.      Proses menua bersifat proses kemunduran/kerusakan (injury).

1.      Perubahan anatomik sistem pernafasan
Pada usia lanjut terjadi perubahan-perubahan anatomik yang mengenai hampir seluruh susunan anatomik tubuh, dan perubahan fungsi tel, jaringan atau organ yang bersangkutan.
Yang mengalami perubahan adalah :
a.       Dinding dada : tulang-tulang mengalami osteoporosis, tulangtulang rawan mengalami osifikasi, terjadi perubahan bentuk dan ukuran dada. Sudut epigastrik relatif mengecil dan volume rongga dada mengecil.
b.      Otot-otot pernafasan : mengalami kelemahan akibat atrofi
c.       Saluran nafas : akibat kelemahan otot, berkurangnya jaringan elastis bronkus dan alveoli menyebabkan lumen bronkus mengecil. Cincin-cincin tulang rawan bronkus mengalami perkapuran (Widjayakusumah, 1992; Bahar, 1990. Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)
d.      Struktur jaringan parenkim paru : bronkiolus, duktus alveolaris dan alveolus membesar secara progresip, terjadi emfisema senilis (Bahar, 1992). Struktur kolagen dan elastin dinding saluran nafas perifer kualitasnya mengurang sehingga menyebabkan elastisitas jaringan parenkim pam mengurang. Penurunan elastisitas jaringan parenkim paru pada usia lanjut dapat karena menurunnya tegangan perrnukaan akibat pengurangan daerah permukaan alveolus (Taylor et al, 1989; Levinzky, 1995; Bahar, 1990 Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)

2.      Perubahan-perubahan fisiologik sistem pernafasan
Perubahan fisiologik (fungsi) pada sistem pernafasan yang terjadi antara lain :
a.      Gerak pernafasan: adanya perubahan hentuk, ukuran dada, maupun volume rongga dada akan merubah mekanika pernafasan, amplitudo pernafasan menjadi dangkal, timbul keluhan sesak nafas. Kelemahan otot pernafasan menimbulkan penurunan kekuatan gerak nafas, lebih-Iebih apabila terdapat deformitas rangka dada akibat penuaan (Bahar, 1990. Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)
b.      Distribusi gas. Perubahan struktur anatomik saluran nafas akan menimbulkan penumpukan Warn dalam alveolus (air trapping) ataupun gangguan pendistribusian udara nafas dalam cabang-cabang bronkus.
c.       Volume dan kapasitas paru menurun. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor: (1) kelemahan otot nafas, (2) elastisitas jaringan parenkim parts menurun, (3) resintensi saluran nafas (menurun sedikit). Secara umum dikatakan bahwa pada usia lanjut terjadi pengurangan ventilasi paru (Bahar. 1190; Widjajakusumah, 1992. Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)


d.      Gangguan transport gas.
Pada usia lanjut terjadi penurunan Pa02 secara bertahap, yang penyebabnya terutama disebabkan (deli adanya ketidakseimhangan ventilasi-perfusi (Mangunegoro, 1992). Selain itu diketahui bahwa pengambilan 02 oleh darah dari alveoli (difusi) dan transport 02 ke jaringan-jaringan berkurang, terutama terjadi pada saat melakukan olah raga. Penurunan pengambilan 02 maksimal disebabkan antara lain karena : (1) berbagai perubahan pada jaringan paru yang menghambat difusi gas, dan (2) karena berkurangnya aliran darah ke paru akibat turunnya curah jantung (Widyakusumah, 1992. Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)
e.      Gangguan perubahan ventilasi pain.
Pada usia lanjut terjadi gangguan pengaturan ventilasi paru, akibat adanya penurunan kepekaan kemoreseptor perifer, kemoreseptor sentral ataupun pusat-pusat pernafasan di medulla oblongata dan pons terhadap rangsangan berupa penurunan Pa02, peninggian PaCO2, perubahan pH darah arteri dan sebagainya (Bahar, 1990. Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)

B.     Faktor-faktor yang Memperburuk Fungsi Paru
Selain penurunan fungsi paru akibat proses penuaan, terdapat beberapa faktor yang dapat memperburuk fungsi paru (Silverman dan Speizer, 1996; Tim Pneumobil Indonesia, 1994. Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999) Faktor-faktor yang memperburuk fungsi paru antara lain :
1.      Faktor merokok
Merokok akan memperburuk fungsi paru, yaitu terjadi penyempitan saluran nafas. Pada tingkat awal, saluran nafas akan mengalami obstruksi clan terjadi penurunan nilai VEP1 yang besarnya tergantung pada beratnya penyakit paru tad. Pada tingkat lanjut dapat terjadi obstruksi yang iereversibel, timbul penyakit paru obstruktif menahun (PPOM) (Silverman dan Speizer, 1996; Burrows, 1990. Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)
2.      Obesitas
Kelebihan berat badan dapat memperburuk fungsi paru seseorang. Pala obesitas, biasanya terjadi penimbunan lemak pada leher, dada dan (finding perut, akan dapat mengganggu compliance dinding dada, berakibat penurunan volume paru atau terjadi keterbatasan gerakan pernafasan (restriksi) dan timbul gangguan fungsi paru tipe restriktif (Taylor et al, 1989; Levinxky, 1995. Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)
3.      Imobilitas
Imobilitas akan menimbulkan kekakuan atau keterbatasan gerak saat otot-otot berkontraksi, sehingga kapasitas vital. paksa atau volume paru akan "relatif' berkurang. Imobilitas karena kelelahan otot-otot pernafasan pada usia lanjut dapat memperburuk fungsi paru (ventilasi paru). Faktor-faktor lain yang menimbulkan imobilitas (paru), misalnya efusi pleura, pneumotoraks, tumor paru dan sebagainya (Mangunegoro, 1992). Perbaikan fungsi paru dapat dilakukan dengan menjalankan olah raga secara intensif (Rahmatullah, 1993. Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)
4.      Operasi
Tidak semua operasi (pembedahan) mempengaruhi faal paru. Dari pengalaman para ahli diketahui bahwa yang pasti memberikan pengaruh faal paru adalah :
a.       pembedahan toraks (jantung dan paru);
b.      pembedahan abdomen bagian atas; dan
c.       anestesi atau jenis obat anestesi tertentu. Peruhahan fungsi paru yang timbul, meliputi perubahan proses ventilasi, distribusi gas, difusi gas serta perfusi darah kapiler paru. Adanya perubahan patofisiologik paru pasca bedah mudah menimbulkan komplikasi paru: atelektasis, infeksi atau sepsis dan selanjutnya mudah terjadi kematian, karena timbulnya gagal nafas (Rahmatullah, 1997. Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)







C.    Patogenesis Penyakit Paru pada Usia Lanjut
Mekanisme timbulnya penyakit yang menyertai usia lanjut dapat dijelaskan atau dapat dikaitkan dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan-perubahan tersebut. adalah :
1.      Perubahan anatomik-fisiologik
Dengan adanya perubahan anatomik-fisiologik sistem pernafasan ditambah adanya faktor-faktor lainnya dapat memudahkan timbulnya beberapa macam penyakit paru: bronkitis kronis, emfisema paru, PPOM, TB paru, kanker paru dan sebagainya (Mangunegoro, 1992; Davies, 1985; Widjayakusumah, 1992; Rahmatullah,1994; Suwondo 1990 a, 1990 b; Yusuf, 1990. Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)
2.      Perubahan daya tahan tubuh
Pada usia lanjut terjadi penurunan daya tahan tubuh, antara lain karena lemahnya fungsi limfosit B dan T (Subowo, 1993; Roosdjojo dkk, 1988), sehingga penderita rentan terhadap kuman-kuman pathogen virus, protozoa, bakteri atau jamur (Haryanto clan Nelwan, 1990, Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)
3.      Perubahan metabolik tubuh
Pada orang usia lanjut sering terjadi peruban metabolik tuhuh, dan paru dapat ikut mengalami peruban penyebab tersering adalah penyakit-penyakit metabolik yang bersifat sistemik: diabetes mellitus, uremia, artritis rematoid dan sebagainya. Fakator usia peranannya tidak jelas, tetapi lamanya menderita penyakit sistemik mempunyai andil untuk timbulnya kelainan paru tadi (Davies,88. Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)
4.      Perubahan respons terhadap obat
Pada orang usia lanjut, bisa terjadi bahwa penggunaan obat-ohat tertentu akan nemnemberikansan respons atau perubahan pada paru dan saluran nafas, yang mungkin perubahan-perubahan tadi tidak terjadi pada usia muda. Contoh, yaitu penyakit paru akibat idiosinkrasi terhadap obat yang sering digunakan dalam pengobatan penyakit yang sedang dideritanya yang mana proses tadi jarang terjadi pada usia muda (Davies, 1985. Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)
5.      Perubahan degenerative
Perubahan degeneratif merupakan perubahan yang tidak dapat dielakkaan terjadinya pada individu-individu yang mengalami proses penuaan. Penyakit paru yang timbul akibat proses (perubahan) degeneratif tadi, misalnya terjadinya bronkitis kronis, emfisema paru, penyakit paru obstruktif menahun, karsinoma paru yang terjadinya pada usia lanjut dan sebagainya (Davies, 1985. Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)
6.      Perubahan atau kejadian lainnya
Ada pengaruh-pengaruh lain yang terjadi sebelum atau selama usia lanjut yang dapat mempengaruhi dirinya sehingga dapat memudahkan penyakit paru tertentu pada usia lanjut, misalnya :
a.       Kebiasaan merokok masa lalu dan sekarang
Merokok yang berlangsung lama dapat menimbulkan perubahan- perubahan struktur pada saluran nafas, juga dapat menurunkan fungsi sistem pertahanan tubuh yang diperankan oleh paru dan saluran nafas, sehingga memudahkan timbulnya infeksi pada paru dan saluran nafas. Merokok selain dapat memberikan perubahan- perubahan pada saluran nafas, dapat pula memudahkan timbulnya keganasan paru, PPOM, bronkitis kronis dan sebagainya (Mangunegoro, 1992. Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)
b.      Pengaruh atau akibat kekurangan gizi
Pada usia lanjut telah diketahui terjadi penurunan daya tahan tubuh, terutama respons imun seluler (Roosdjojo, 1988). Ini merupakan konsekuensi lanjut atas terjadinya involusi kelenjar timus pada usia lanjut. Proses involusi kelenjar timus menyebabkan jumlah hormon timus yang beredar dalam peredaran darah menurun, berakibat proses pemasakan limfosit T berkurang dan limfosit T yang beredar dalam peredaran darah juga berkurang. Imunitas humoral pada usia lanjut juga terdapat perubahan yang berarti, bahkan terdapat peninggian kadar autoantibodi (Subowo, 1993). IgA dan IgG terdapat peningkatan, sedangkan IgM mengalami penurunan.


D.    Aspek Klinik
Ada beberapa penyakit paru yang menyertai orang usia lanjut, yang paruing ada 4 macam: pneumoni, tuberkulosis paru, penyakit paru obstruktif menahun (PPOM),dan karsinoma paru.
1.      Definisi Penyakit Paru Obstruktif Menahun (PPOM)
PPOM adalah kelainan paru yang ditandai dengan gangguan fungsi paru berupa memanjangnya periode ekspirasi yang disebabkan oleh adanya penyempitan saluran nafas dan tidak banyak mengalami perubahan dalam masa observasi beberapa waktu (Mangunegoro, 1992. , Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)
PPOM adalah klasifikasi luas dari gangguan yang mencakup bronkitis kronis, bronkiektasis, emfisema dan asma. (Bruner & Suddarth, 2002. , Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)
PPOM merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru.
Termasuk dalam kelompok PPOM adalah bronkitis kronis, emfisema paru dan penyakit saluran nafas perifer.

2.      Etiologi.
Etiologi penyakit ini belum diketahui. Timbulnya penyakit ini dikaitkan dengan faktor-faktor resiko yang terdapat pada penderita, antara lain merokok sigaret yang berlangsung lama, polusi udara, infeksi paru berulang, umur, jenis kelamin, ras, defisiensi alfa-1 antitripsin, defisiensi antioksidan dan sebagainya. Pengaruh dari masing-masing faktor resiko terhadap terjadinya PPOM adalah saling memperkuat dan faktor merokok dianggap yang paling dominan dalam menimbulkan penyakit ini.

3.      Patofisiologi.
Faktor-faktor resiko yang telah disebutkan di atas akan mendatangkan proses inflamasi bronkus dan juga menimbulknn kerusakan pada dinding bronkiolis terminal. Akibat dari kerusakan yang timbul akan terjadi obstruksi bronkus keel (bronkiolus terminal), yang mengalami penutupan atau obstruksi awal fase ekspirasi. Udara yang pada saat inspirasi mudah masuk ke dalam alveoli, saat ekspirasi banyak yang terjebak. dalam alveolus dan terjadilah penumpukan udara (airtrapping). Hal inilah yang menyebabkan adanya keluhan sesak nafas dengan segara akibat-akibatnya. Adanya obstruksi dini saat awal ekspirasi akan menimbulkan kesulitan ekspirasi dan menimbulkan pemanjangan fase ekspirasi. Fungsi-fungsi paru: ventilasi, distribusi gas, difusi gas, maupun perfusi darah akan mengalami gangguan (Brannon, et al, 1993. , Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)

4.      Gambaran klinik
Gambaran klinik yang ditemukan adalah gambaran penyakit paru yang mendasari ditambah tanda-tanda klinik akihat terjadinya obstruksi bronkus. Gambaran klinik bila diamati secara cermat akan mengarah pada dua hal atau dua tipe pokok: (1) mempunyai gambaran klinik dominan ke arah bronkitis kronis (blue bloater type); dan (2) gambaran klinik predominant ke arah emfisema (pink puffer type).

5.      Diagnosis.
Diagnosis PPOM ditegakkan dengan metode yang lazim (terarah dan sistimatik), meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Pada anamnesis dapat ditemukan keluhan kelemahan badan, batuk, sesak nafas, sesak nafas waktu aktivitas clan nafas berbunyi, mengi atau wheeze. Oleh karena perjalanan penyakitnya lambat, maka anamnesis harus dilakukan secara hati-hati dan teliti.
Pada pemeriksaan fisik, pada penderita tingkat penyakitnya masih awal mungkin tidak ditemukan kelainan. Adanya ekspirasi yang memanjang merupakan petunjuk kelainan dial. Pada penyakit tingkat lanjut, tampak bentuk dada seperti tong, ditemukan penggunaan otot-otot bantu nafas, suara nafas melemah, terdengar suara mengi yang lemah. Kaitting ditemukan (gerak) pernafasan paradoksal. Selain itu dapat ditemukan edema kaki, mites dan jari tabuh (Mangunegoro, 1992; Das Jardin dan Burton, 1995).
Pemeriksaan faal paru merupakan pemeriksaan penunjang yang penting, untuk mendiagnosis PPOM. Untuk menentukan apakah pada penderila terdapat obtruksi saluran nafas dapat dilakukan pemeriksaan dengan spirometri ( spirogram) atau memeriksa nilai arus puncak ekspirasi (APE) dengan alat sederhana, yaitu menggunakan mini Wright
Peak Plow Meter. Pengukuran volume ekspirasi paksa satu detik pertama (VEP I ) merupakan pemeriksaan akurat, standar, mudah dilakukan dengan spirometer, dan dapat digunakan untuk melihat beratnya obstruksi saluran nafas (Mangunegoro, 1992. , Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)
Tingkatan hemoglobin dalam darah itu dapat memperkirakan adanya Polycytemia, yang mengakibatkan terjadinya Hypoxemia secara perlahan-lahan. Tingkatan PPOM menurut National Institu Of Health Lung and Blood. Bethesda 2001
TINGKATAN
NILAI / DERAJAT
PERSENTASI VEP I
0
Resiko
Spirometry Normal
Gejala menaun ( batuk, produksi sputum )
I
Ringan
≥ 80 %
II
Sedang
< 80 %
III
Berat
< 30 %

6.      Penatalaksanaan.
Dalam penatalaksanaan penderita PPOM perlu diperhati­kau faktor-faktor yang dapat memperjelek perjalanan penyakit, yang hams dicegah terjadinya pada penderita. Apabila faktor-faktor tadi sudah ada pada penderita, hendaknya diusahakan .meniadakannya atau menguranginya. Faktor-faktor yang dapat memperjelek keadaan penyakit penderita, misalnya :
a.       Faktor-faktor resiko, yaitu faktor yang dapat memperjelek penyakit, misalnya kebiasaan merokok, polusi udara dan lingkungan pe­kerjaan, faktor genetik, infeksi (saluran nafas) dan perubahan cuara.
b.      Derajat obstruksi saluran nafas yang terjadi. Oleh karena itu identifikasi komponen-komponen yang memungkinkan terdapatnya reversibilitas (obstruksi) sangat perlu dilakukan.
c.       Tahap perjalanan penyakit. Perjalanan penyakit PPOM lambat progresif. Oleh karena itu perlu diketahui apakah penyakit PPOM sedang tenang atau progresif perjalanannya.

Tujuan penatalaksanaan PPOM adalah:
a.       Memperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala, tidak hanya pada fase akut, tetapi juga pada fase kronik.
b.      Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.
c.       Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi lebih awal (Mangunegoro, 1992. Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)

Penanganan untuk penderita PPOM usia lanjut adalah sebagai berikut :        
a.      Meniadakan faktor etiologik/presipitasi, misalnya segera menghentikan merokok, menghindari polusi udara..
b.      Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
c.       Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi, antimikroba tidal( perlu diberikan. Pemberian anti-mikroba hams tepat sesuai dengan kuman penyebab infeksi, yaitu sesuai hasil uji sensitivitas atau pengobatan empirik.
d.      Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Pent gunaan kortikosteroid untuk mengatasi proses inflamasi (bronko spasme) masih kontroversial.
e.      Pengobatan simtomatik ( lihat tanda dan gejala yang muncul )
f.        Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul. Pengobatan oksiogen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan dengan aliran lambat: 1 — 2 liter/menit.
g.      Tindakan rehabilitasi.

7.      Pencegahan penyakit paru pada usia lanjut
Proses penuaan pada seseorang tidak bisa dihindari. Perubahan struktur anatomik maupun fisiologik alami juga tidak dapat dihindari, Pencegahan terhadap timbulnya penyakit-penyakit paru pada usia lanjut dilakukan pada prinsipnya dengan meningkatkan daya tahan tubuhnya dengan memperbaiki keadaan gizi, menghilangkan hal-hal yang dapat menurunkan daya tahan tubuh, misalnya menghentikan kebiasaan merokok, minum alkohol dan sebagainya.
Pencegahan terhadap timbulnya beberapa macam penyakit dilakukan dengan Fara yang lazim :
a.       Usaha pencegahan infeksi paru/saluran nafas
Usaha untuk mencegahnya dilakukan dengan jalan menghambat mengurangi atau meniadakan faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya infeksi. Hal positif yang dapat dilakukan misalnya dengan melakukan vaksinasi dengan vaksin pneumokok untuk menghindari timbulnya pneumoni, tetapi sayangnya pada usia lanjut vaksinasi ini kurang berefek (Mangunegoro, 1992. Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)
b.      Usaha mencegah timbulnya TB paru.
Yang bisa dilakukan ialah menghindari kontak person dengan penderita TB paru atau mengbindari cara-cara penularan lainnya.
c.       Usaha pencegahan timbulnya PPOM atau karsinoma paru.
Sejak usia muda, bagi orang-orang yang beresiko tinggi terhadap timbulnya kelainan paru (PPOM dan karsinoma paru), perlu dilakukan pemantauan secara berkala: (1) pemeriksaan foto rontgen toraks, dan (2) pemeriksaan faal paru, paling tidak setahua sekali. Sangat dianjurkan bagi mereka yang beresiko tinggi tadi (perokok berat dan laki-laki) menghindari atau segera berhenti merokok (Mangunegoro, 1992. Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)












BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
PADA LANSIA DENGAN GANGGUAN SISTEM PERNAPASAN (PENYAKIT PARU OBSRUKSI MENAHUN) PPOM

A.    Pengkajian
Pengkajian pada pernafasan dengan klien PPOM yang didasarkan pada kegiatan sehari – hari. Ukur kualitas pernafasan antara skala 1 sampai 10. Dan juga mengidentifikasi faktor sosial dan lingkungan yang merupakan faktor pendukung terjadinya gejala. Perawat juga mengidentifikasi type dari gejala yang muncul antara lain, tiba-tiba atau membahayakan dan faktor presipitasi lainnya antara lain perjalanan penularan temperatur dan stress.
Pengkajian fisik termasuk pengkajian bentuk dan kesimetrisan dada, Respiratory Rate dan Pola pernafasan, posisi tubuh menggunakan otot bantu pernafasan dan juga warna, jumlah, kekentalan dan bau sputum.
Palpasi dan perkusi pada dada diidentifikasikan untuk mengkaji terhadap peningkatan gerakan Fremitus, gerakan dinding dada dan penyimpanan diafragma. Ketika mengauskultasi dinding dada pada dewasa tua / akhir seharusnya diberi cukup waktu untuk kenyamanan dengan menarik nafas dalam tanpa adanya rasa pusing (dizzy) (Loukenotte, M.A, 2000).
Berikut ini adalah daftar pertanyaan yang bisa digunakan sebagai pedoman untuk mendapatkan riwayat kesehatan yang jelas dari proses penyakit  :
1.      Sudah berapa lama pasien mengalami kesulitan pernapasan ?
2.      Apakah aktivitas meningkatkan dispnea? Jenis aktivitas apa?
3.      Berapa jauh batasan pasien terhadap toleransi aktivitas?
4.      Kapan selama siang hari pasien mengeluh paling letih dan sesak napas?
5.      Apakah kebiasaan makan dan tidur terpengaruh?
6.      Apa yang pasien ketahui tentang penyakit dan kondisinya?

Data tambahan dikumpulkan melalui observasi dan pemeriksaan; pertanyaan yang patut dipertimbangkan untuk mendapatkan data lebih lanjut termasuk :
1.      Berapa frekuensi nadi dan pernapasan pasien?
2.      Apakah pernapasan sama dan tanpa upaya?
3.      Apakah pasien mengkonstriksi otot-otot abdomen selama inspirasi?
4.       Apakah pasien menggunakan otot-otot aksesori pernapasan selama pernapasan?
5.      Apakah tampak sianosis?
6.      Apakah vena leher pasien tampak membesar?
7.      Apakah pasien mengalami edema perifer?
8.      Apakah pasien batuk?
9.      Apa warna, jumlah dan konsistensi sputum pasien?
10.  Bagaimana status sensorium pasien?
11.  Apakah terdapat peningkatan stupor? Kegelisahan?

Hal-hal yang juga perlu dikaji adalah :
1.      Aktifitas / istirahat
Keletihan , kelemahan, malaise, ketidak mampuan melakukan aktifitas sehari-hari karena  sulit bernafas.
2.      Sirkulasi
Pembengkakan pada ekstremitas bawah, peningkatan tekanan darah,takikardi.
3.      Integritas ego
Perubahan pola hidup, ansietas, ketakutan,peka rangsang
4.      Makanan / cairan
Mual / muntah, anoreksia, ketidakmampuan untuk makan karena distress pernafasan, turgor kulit buruk, berkeringat.
5.      Higiene
Penurunan kemampuan / peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktifitas sehari-hari, kebersihan buruk, bau badan.
6.      Pernafasan
Nafas pendek, rasa dada tertekan, dispneu, penggunaan otot bantu pernafasan.

7.      Keamanan
Riwayat reaksi alergi / sensitif terhadap zat atau faktor lingkungan.
8.      Seksualitas
Penurunan libido.
9.      Interaksi sosial
Hubungan ketergantungan, kurang sistem pendukung, keterbatasan mobilitas fisik.
(Doengoes, 2000 :152 ).

B.     Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang lazim pada lansia dengan PPOM, antara lain :
1.      Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan tertahannya sekresi.
2.      Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kurangnya suplai oksigen
3.      Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan in adekuat pertahanan primer dan sekunder, penyakit kronis.
4.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan disprisa, kelemahan, efek samping obat, produksi sputum, anoreksia, mual / muntah
5.      Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplay dan kebutuhan oksigen, kelemahan, dispnea.
6.      Defisit pengetahuan tentang PPOM berhubungan dengan kurang informasi, salah mengerti tentang informasi, kurang mengingat / keterbatasan kognitif











C.    Intervensi/Perencanaan
1.      Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan tertahannya sekresi.
a.       Tujuan dan criteria hasil
Tujuan : Mengefektifkan jalan nafas
Hasil yang diharapkan :
-          Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih / jelas
-          Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas
Misal : Batuk efektif dan mengeluarkan sekret.
b.      Intervensi
-          Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, misal : mengi, krekels, ronki.
Rasional : Beberapa derajat bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan tidak dimanifestasikan adanya bunyi nafas adventisius.
-          Kaji / paruau frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi mengi (emfisema)
Rasional : takipnea ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan / selama stress / adanya proses infeksi akut
-          Kaji pasien untuk posisi yang nyaman misal: peninggian kepala tempat tidur, duduk dan sandaran tempat tidur.
Rasional : Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi, namun pasien dengan slifres berat akan mencari posisi yang paling mudah untuk bernafas
-          Pertahankan polusi lingkungan minimum debu, asap dll
Rasional : Pencitus tipe reaksi alergi pernafasan yang dapat mentrigen episode akut.
-          Bantu latihan nafas abdomen / bibir
Rasional : Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dispnea dan menurunkan jebakan udara.
-           Ajarkan teknik nafas dalam batu efektif
Rasional : .      Batuk dapat menetap tetapi efektif khususnya bila pada lansia,sakit akut, atau kelemahan
-          Berikan obat sesuai indikasi
Rasional : Membantu dalam proses penyembuhan.

2.      Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kurangnya suplai oksigen
a.       Tujuan dan criteria hasil :
Tujuan : Memenuhi suplai oksigen pada tubuh.
Kriteria hasil yang diharapkan :
-          Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat yang bila dalam rentang normal + bebas gejala distres pernafasan.
-          Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam tingkat kemampuan / situasi.
b.      Intervensi :
-          Kaji frekuensi kedalaman pernafasan, catat penggunaan otot aksesori, nafass bibir, ketidakmampuan bicara / berbincang.
Rasional : Berguna dalam evaluasi distress pernafasan dan kronisnya proses penyakit.
-          Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk bernafas.
Rasional : Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi, dan latihan nafas untuk menurunkan kolaps jalan nafas, dispnea dan kerja nafas.
-          Dorong mengeluarkan sputum: Penghisapan bila diindikasikan.
Rasional : Kental, tebal, banyaknya sekresi adalah sumber utama gangguan pertukaran gas
-          Kaji / awasi secara rutin kulit dan warna membran mukosa
Rasional : Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentral (terlihat sekitar bibir / daun telinga) keabu-abuan dan dianosis sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia.
-          Awasi tanda vital dan irama jantung
Rasional : Takikarena, disritimia, dan perubahan TD dapat menunjukkan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.


-          Awasi / gambaran seri GDA dan nadi, oksimetri
Rasional : PaCO2. Biasanya meningkat (bronkhitis, emfisema) dan PaCO2 secara umum menurun, sehingga hipoksia terjadi dengan derajat lebih / lebih besar
-          Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil GDA dan toleransi pasien.
Rasional : Dapat memperbaiki / mencegah buruknya hipoksia.

3.      Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan in adekuat pertahanan primer dan sekunder, penyakit kronis.
a.       Tujuan dan criteria hasil
Tujuan : Mencegah terjadinya infeksi.
Kriteria hasil yang diharapkan :
-          Menyatakan pemahaman penyebab / faktor resiko individu
-          Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah / menurunkan resiko infeksi
-          Menunjukkan teknik, perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang aman.
b.      Intervensi
-          Awasi suhu
Rasional : Demam dapat terjadi karena infeksi / dehidrasi
-          Kaji pentingnya latihan nafas, batuk efektif, perubahan posisi sering, dan masukan cairan adekuat.
Rasional : Aktifitas ini meningkatkan mobilisasi dan pengeluaran sekret untuk menurunkan resiko terjadi infeksi paru.
-          Tunjukkan dan bantu pasien tentang pembuangan tisu dan sputum
Rasional : Cegah penyebaran patogen melalui cairan
-          Dorong keseimbangan antara aktifitas dan istirahat
Rasional : Menurunkan konsumsi / kebutuhan keseimbangan oksigen dan memperbaiki pertahanan pasien terhadap infeksi, meningkatkan penyembuhan.

-          Dapatkan spesimen dengan batuk / penghisapan untuk pewarnaan kuman gram kultur / sensitivitas.
Rasional : Dilakukan untuk mengidentifikasikan organisme penyebab dan kerentanan
-          Berikan anti mikrobia sesuai indikasi
Rasional : Dapat diberikan untuk organisme khusus yang teridentifikasi dengan kulturdan sensitivitas, atau diberikan secara profilaktik karena resiko tinggi.

4.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan disprisa, kelemahan, efek samping obat, produksi sputum, anoreksia, mual / muntah
a.       Tujuan dan criteria hasil
Tujuan : Memenuhi kebutuhan nutrisi klien secara adekuat
Kriteria hasil yang diharapkan :
-          Menunjukkan peningkatan berat badan menuju tujuan yang tepat.
-          Menunjukkan perilaku perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan / mempertahankan berat yang tepat.
b.      Intervensi
-          Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini, catat derajat kesulitan makan, evalusi BB dan ukuran tubuh.
Rasional : Pasien distress pernafasan akut sering anoreksia karena dispnea, produksi sputum dan obat
-          Dorong keseimbangan antara aktifitas dan istirahat
Rasional : Menurunkan konsumsi / kebutuhan keseimbangan oksigen dan memperbaiki pertahanan pasien terhadap infeksi, meningkatkan penyembuhan.
-          Dapatkan spesimen dengan batuk / penghisapan untuk pewarnaan kuman gram kultur / sensitivitas.
Rasional : Dilakukan untuk mengidentifikasikan organisme penyebab dan kerentanan terhadap berbagai anti mikrobia.

-          Berikan anti mikrobia sesuai indikasi
Rasional : Dapat diberikan untuk organisme khusus yang teridentifikasi dengan kulturdan sensitivitas, atau diberikan secara profilaktik karena resiko tinggi.

5.      Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplay dan kebutuhan oksigen, kelemahan, dispnea.
a.       Tujuan dan criteria hasil
Tujuan : Mengembalikan aktifitas klien seperti semula.
Kriteria hasil yang diharapkan :
-           Melaporkan / Menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktifitas yang dapat diukur dengan tak adanya dispnea, kelemahan berlebihan, dan tanda vital dalam rentang normal.
b.      Intervensi
-          Evaluasi respons pasien terhadap aktifitas. Catat laporan dispnea, peningkatan kelemahan / kelelahan dan perubahan tanda vital selama dan setelah aktivitas.
Rasional : Menetapkan kemampuan / kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan intervensi
-          Bantu aktivitas perawatan dini yang diperlukan. Berikan kemajuan peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan.
Rasional : Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
-          Ajarkan klien untuk mengurangi aktivitas yang dapat menimbulkan kelelahan
Rasional : Mengurangi kelelahan






6.      Defisit pengetahuan tentang PPOM berhubungan dengan kurang informasi, salah mengerti tentang informasi, kurang mengingat / keterbatasan kognitif
a.       Tujuan dan criteria hasil
Tujuan : Klien mampu untuk mengetahui tentang pengertian / informasi PPOM.
Kriteria hasil yang diharapkan :
-          Menyatakan pemahaman kondisi / proses penyakit dan tindakan
-          Mengidentifikasi hubungan tanda / gejala yang ada dari proses penyakit dan menghubungkan dengan faktor penyebab
b.      Intervensi
-          Jelaskan / kuatkan penjelasan proses penyakit individu
Rasional : Menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan perbaikan partisipasi pada rencana pengobatan.
-          Instruksikan / kuatkan rasional untuk latihan nafas, batuk efektif dan latihan kondisi umum.
Rasional : Nafas bibir + nafas abdominal / diafragmatik menguatkan otot pernafasan, membantu meminimalkan kolaps jalan nafas kecil dan memberikan individu arti untuk mengontrol dispnea.
-          Diskusikan obat pernafasan, efek samping + reaksi yang tak diinginkan
Rasional : Pasien ini sering mendapat obat pernafasan banyak sekaligus yang mempunyai efek samping hampir sama + potensial interaksi obat
-          Tekankan pentingnya perawatan oral / kebersihan gigi
Rasional : Menurunkan pertumbuhan bakteri pada mulut, dimana dapat menimbulkan infeksi saluran nafas atas.
-          Diskusikan faktor individu yang meningkatkan kondisi mis: udara terlalu kering, angin, lingkungan dengan suhu ekstrem, serbuk, asap tembakau, sprei aerosol, polusi udara.
Rasional : Faktor lingkungan ini dapat menimbulkan iritasi bronkial menimbulkan peningkatan produksi sekret dan hambatan jalan nafas.


-          Diskusikan pentingnya mengikuti perawatan medik, foto dada periodik dan kultur
Rasional : Pengawasan proses penyakit untuk membuat program terapi untuk memenuhi perubahan kebutuhan dan dapat membantu mencegah komplikasi

D.    Evaluasi
Fokus utama pada klien Lansia dengan PPOM adalah untuk mengembalikan kemampuan dalam ADLS, mengontrol gejala, dan tercapainya hasil yang diharapkan. Klien Lansia mungkin membutuhkan perawatan tambahan di rumah, evaluasi juga termasuk memonitor kemampuan beradaptasi dan menggunakan tehnik energi conserving, untuk mengurangi sesak nafas, dan kecemasan yang diajarkan dalam rehabilitasi paru. Klien Lansia membutuhkan waktu yang lama untuk mempelajari tehnik rehabilitasi yang diajarkan. Bagaimanapun, saat pertama kali mengajar, mereka harus mempunyai pemahaman yang baik dan mampu untuk beradaptasi dengan gaya hidup mereka.(Leukenotte, M A, 2000 : 502)
















BAB IV
PENUTUP

KESIMPULAN
Pada usia lanjut terjadi penularan analomik-fisiologik paru dan saluran nafas, antara lain berupa pengurangan elastic recoil paru; kecepatan arus ekspirasi, tekanan oksigen acted serta respons pusat reflek pernafasan terhadap rangsangan oksigen arteri atau hiperkapnia. Hal-hal tersebut berpengaruh pada mekanisme perthanan tubuh terhadap timbulnya penyakit paru
Penyakit paru yang sering ditemukan pada usia lanjut adalah infeksi saluran nafas akut bagian bawah PPOM. Berhagai cara dapat dilakukan untuk pencegahan terhadap timbulnya infeksi pernafasan akut bagian bawah, PPOM.  Untuk mencegab melanjunya penurunan fungsi paru, antara lain dapat diatasi dengan melakukan olah raga atau latihan fisik yang teratur, selain meningkatkan taraf kesehatan usia lanjut. Laju penurunan fungsi paru dapat diketahui dengan pemeriksaan faal paru secara berkala.
















DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.
            Suddarth dan Brunner. 2002. Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8. Jakarta : EGC.                       
http://www.google.com/ asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan system pernapasan.tanggal akses 9 desember 2011.















Tidak ada komentar:

Posting Komentar